Senin, 08 Agustus 2016

Murtadnya banyak fraksi di syria

bukti Showat murtad buatan Amrika yaitu New syrian Army,Jaisul islam fil iraq,Harakah moqawamah al islamiyah,jabhah ashalah wa tanmiya,Tajammu ahfadz ar rasul,Liwaa tsuwwar ar raqqah.

Hati hati dalam menyumbangkan hartamu ke syria,karena semuannya penipu Ternyata MMS penipu

Dalah khilafah islamiyah
wIlayah al Furat

Cukuplah Allah yang melindungimu dari mereka
terjemahan bahasa indonesia

Tonton dan download
https://openload.co/f/ivOTAhciO-8/Cukuplah_Allah_yang_melindungimu_dari_mereka.mp4

Tontonlah salah satu video rilisan dawlah tentang murtadnya beberapa faksi di syria




Syrian Care-Malaysia penipu

Salah satu bukti bahwa syria care-malaysia memasukan donasinya terhadap FSA dan VSO dan kedua kelompok murtadin tersebut telah terbukti murtad karena mereka buatan amerika

Tontonlah salah satu video rilisan dawlah tentang murtadnya beberapa faksi di syria








Dan VSA terdiri dari FSA dan ahrar assyam,dimana ahrar assyam adalah terroris abal abalan yang mengaku mujahid tetapi merokok

Daftar Alamat BNPT

  Ya ikhwan,demi Allah para thogut BNPT dan thogut densus laknatullah alaih telah menodai darah kaum muslimin yang suci,demi Allah mereka harus membayar terhadap apa yang mereka lakukan

 (At-Tawbah):38 - Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.

 (At-Tawbah):39 - Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ya ikhwan fillah,taukan antum bahwa hanya dengan amalan jihad kita bisa masuk surga

 (Aş-Şaf):10 - Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
 (Aş-Şaf):11 - (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
 (Aş-Şaf):12 - Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.

Dan taukan engkau wahai ikhwan fillah,kita berjihad untuk mencari ridho Allah,dan demi Allah,Allah tidak akan menyia nyiakan amalan kita sekalipun kita syahid dengan hanya memberi luka kepada para thogut,walahi ikhwan jika engkau tau kelebihan syuhada niscaya engkau akan bersegera sebagaimaa engkau bersegera untuk mengejar duniamu

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

يُعْطَى الشَّهِيدُ سِتَّ خِصَالٍ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهِ يُكَفَّرُ عَنْهُ كُلُّ خَطِيئَةٍ وَيُرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَيُزَوَّجُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ

"Orang yang mati syahid akan diberikan padanya enam bagian: Dia diampuni semenjak tetesan pertama darahnya, diperlihatkan tempatnya di surga, dikenakan pakaian iman, dinikahkan dengan 72 bidadari surga, dijaga dari fitnah kubur, dan aman dari guncangan akbar (pada hari kiamat)." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan lainnya) dan keutamaan-keutamaan lainnya masih sangat banyak.

Download file jika tidak terbaca Daftar Alamat Anggota BNPT
File berbentuk .doc gunakan aplikasi untuk android ini untuk membacannya Kingsoft Office




















Jumat, 05 Agustus 2016

Halalnya darah dan harta kafirin

 APAKAH SETIAP KAFIR ITU HALAL DARAHNYA? ⭕️

🔸Pada dasarnya sebagaimana yang ditetapkan oleh para fuqaha' bahwa keterjagaan darah tidak bisa didapat kecuali dengan dua hal:

1. Al Iman
2. Al Aman

🔹Adapun Al Iman

Nabi Shallallahu' alaihi wa sallam bersabda:

"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal itu maka terjagalah dariku darah dan harta mereka kecuali dengan hak islam sedangkan perhitungannya kembali kepada Allah." Muttafaq Alaihi.

🔹Adapun Al Aman (Jaminan Keamanan)

Dalam hadits Buraidah yang sangat panjang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda jika orang orang kafir enggan untuk masuk islam:

"Jika mereka enggan (untuk masuk islam) maka mintalah kepada mereka untuk membayar Jizyah. Jika mereka mau membayarnya maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan kalian) dari mereka. . ." Diriwayatkan Imam Muslim.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

"Barangsiapa yang membunuh seorang mu'ahad (kafir yang menjalin perjanjian damai) maka ia tidak akan mencium bau surga dan baunya itu tercium sejauh perjalanan empat puluh tahun." Diriwayatkan Imam Bukhari.

🔸Apakah kafir yang tidak memiliki perjanjian damai dan jaminan keamanan boleh dibunuh?

🔹Dalam hadits Buraidah di atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Berperanglah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah. . "

Sampai sabda beliau jika mereka tidak mau membayar jizyah:

"Jika mereka enggan (untuk membayar jizyah) maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka . ."

Diriwayatkan Imam Muslim

🔹Imam Syafi'i rahimahullah berkata:

"Allah Tabaraka wa Ta'ala mengharamkan darah seorang mukmin dan hartanya kecuali dengan sesuatu yang mengharuskan kepadanya. Dan Allah menghalalkan darah orang kafir dan hartanya kecuali jika ia menunaikan jizyah atau meminta jaminan keamanan sampai batas waktu tertentu."

[Al Umm 1/103]

🔹Beliau juga berkata lagi:

"Allah menjaga darah dan mengharamkan harta kecuali dengan haknya yakni Iman kepada Allah dan Rasulnya atau perjanjian dari kaum mukminin untuk ahli kitab. Dan Allah menghalalkan darah orang orang yang baligh dari kalangan lelaki mereka apabila tidak mau beriman jika mereka tidak memiliki perjanjian damai"

[Al Umm 1/293]

🔹Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata:

"Seorang muslim jika dia bertemu seorang kafir yang tidak memiliki perjanjian damai maka boleh baginya untuk membunuhnya."

[Tafsir Al Qurthubi 5/338]

🔹Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

"Kekafiran dan sikap memerangi itu ada pada setiap kafir maka boleh memperbudaknya sebagaimana boleh membunuhnya."

[Majmu' Fatawa 31/380]

🔹Imam Badruddin bin Jama'ah Syaikhnya Ibnu Qayyim dan Ibnu Katsir dan termasuk teman Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau memiliki perkataan yang indah di mana beliau berkata:

"Boleh bagi seorang muslim untuk membunuh siapa saja yang ia dapati dari orang orang kafir muharib baik ia seorang prajurit maupun bukan dan sama saja ia maju ke depan atau ia lari ke belakang. Karena firmanNya Ta'ala:

"Maka bunuhlah orang orang musyrik di manapun kalian mendapati mereka, culiklah mereka, kepunglah mereka, intailah mereka di tempat tempat pengintaian. At Taubah:5 "

[Tahrir Al Ahkam 1/171-172]

🔹Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah berkata:

"Begitu juga mereka (para ulama') berijma' bahwa seorang musyrik jika ia melilitkan lehernya atau lengannya ke kulit kulit semua pohon di tanah haram maka hal itu tidak menjadikan ia mendapat jaminan keamanan dari pembunuhan jika sebelumnya dia memang belum melakukan akad (perjanjian) dzimmah dari kaum muslimin atau jaminan keamanan."

[Tafsir Ath Thabari 8/39]

🔹Ibnu Muflih rahimahullah berkata:

"Dengan membunuhnya tidak mewajibkan adanya diyat dan kaffarah -yaitu orang kafir yang tidak memiliki jaminan keamanan-  karena ia itu darahnya halal secara mutlak seperti babi dan karena Allah Ta'ala memerintahkan untuk membunuhnya. Allah berfirman : (maka bunuhlah orang orang musyrik) At Taubah : 5."

[Al Mubdi' 7/211]

🔹Imam Nawawi rahimahullah berkata:

"Adapun orang yang tidak memiliki perjanjian damai dan jaminan keamanan dari orang orang kafir : maka tidak ada tanggungan dalam pembunuhannya di atas agama apapun dia."

[Raudhah Thalibin 9/259]

🔹Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

"Ibnu Jarir telah menghikayatkan ijma' bahwa seorang musyrik boleh dibunuh jika ia tidak memiliki jaminan keamanan walaupun ia berlindung di baitul haram atau baitul maqdis."

[Tafsir Ibnu Katsir 2/11]

🔹Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata:

"Orang musyrik sama saja apakah ia memerangi atau tidak maka halal darahnya selama ia orang musyrik."

[Sailul Jarrar 1/867]

🔹Beliau juga berkata lagi:

"Adapun orang orang kafir maka hukum asal darah mereka adalah halal sebagaimana dalam ayat saif, maka bagaimana jika mereka mengadakan peperangan . ."

[Sailul Jarrar 1/946]

🔹Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:

"Pasal : seorang muslim membawa seorang musyrik dan mengklaim bahwa ia adalah tawanannya sedangkan si musyrik mengklaim bahwa si muslim telah memberinya jaminan keamanan:

Maka hukum asal darah seorang harbi adalah halal dan tidak ada jaminan keamanan."

[Al Mughni 9/234]

🔹Beliau rahimahullah juga berkata lagi:

"Pasal : jika seorang kafir keluar ingin buang air maka boleh membidik dan membunuhnya karena ia musyrik yang tidak memiliki perjanjian damai dan jaminan keamanan maka boleh membunuhnya seperti yang lainnya."

[Al Mughni 9/217]

dinukil dari channel Durar wa Fawaid Ulama' @dorrar dengan sedikit perubahan.

KDI Media

_

Membongkar kesesatan jamaah tabligh

Membongkar Kedok Jamaah Tabligh




Kelompok tabligh atau yang lebih dikenal sebagai Jamaah Tabligh mungkin sudah sangat akrab di telinga masyarakat. Lahiriahnya, kelompok ini getol mendakwahkan keutamaan amalan-amalan tertentu dan mengajak kaum muslimin untuk senantiasa memakmurkan masjid. Namun, di balik itu mereka memiliki banyak penyimpangan yang membahayakan akidah.
Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita. Lebih-lebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fikih dan akidah yang sering dituding sebagai ‘biang pemecah belah umat’, membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan.
Bahkan, saking populernya, apabila ada seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya, “Mas, Jamaah Tabligh, ya?” atau “Mas, karkun, ya?”
Yang tragis, jika ada yang berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jamaah Tabligh. bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini? Kajian kali ini adalah jawabannya.

Pendiri Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang Sufi dari tarekat Jisytiyah yang berakidah Maturidiyah[1] dan bermazhab fikih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma’il al-Hanafi ad-Diyubandi al-Jisyti al-Kandahlawi kemudian ad-Dihlawi.
Al-Kandahlawi adalah nisbat kepada Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur. Adapun ad-Dihlawi adalah nisbat kepada Dihli (New Delhi, red.), ibukota India. Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun ad-Diyubandi adalah nisbat kepada Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut mazhab Hanafi di Semenanjung India. Sementara itu, al-Jisyti adalah nisbat kepada tarekat al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin al-Jisyti.
Muhammad Ilyas dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada 11 Rajab 1363 H. (Bis Bri Musliman, hlm. 583, Sawanih Muhammad Yusuf, hlm. 144—146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hlm. 2)

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh

Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan memakai nama-nama mereka, dan tidak ada lagi keislaman yang tersisa selain hanya nama dan keturunan, serta kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia kepada syaikhnya dan syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad al-Kanhuhi dan Asyraf Ali at-Tahanawi untuk membicarakan masalah ini. Ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyah Haulal Jama’ah at-Tablighiyah, hlm. 7—8, dinukil dari kitab Jama’atut Tabligh Aqa’iduha wa Ta’rifuha, karya Sayid Thaliburrahman, hlm. 19)
Adalah hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyin (para pengikut jamaah tabligh, red.) bahwa Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 3)

Markas Jamaah Tabligh

Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dhaka (Banglades). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizib (rajah) yang berisikan surat al-Falaq dan an-Nas, nama Allah subhanahu wa ta’ala yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti.[2] ( Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 14)
Yang lebih mengenaskan, masjid mereka di kota Delhi yang menjadi markas mereka, di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, bahkan mengabarkan bahwa mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. (al-Qaulul Baligh fit Tahdziri min Jama’atit Tabligh, karya asy-Syaikh Hamud at-Tuwaijiri, hlm. 12)

Asas dan Landasan Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut.

Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Kritik: Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan “mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang Dzat Allah, bahwa Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, Maha Mendatangkan mudarat dan manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyah ini. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 4)
Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama adalah “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.” (Fathul Majid, karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan alusy Syaikh, hlm. 52—55)
Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; uluhiyah, rububiyah, dan asma wash shifat (al-Quthbiyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan al‘Adnani, hlm. 10).
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan juga menyatakan, “Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, –pen.) dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hlm. 75)
Oleh karena itu, asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara ciri khas Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang mengikrarkan tauhid. Namun, tauhid mereka tidak lebih dari tauhid kaum musyrikin Quraisy Makkah, yaitu hanya berkisar pada tauhid rububiyah saja, serta kental dengan warna-warna tasawuf dan filsafat. Adapun tauhid uluhiyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan, dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Untuk tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah dan Maturidiyah, kepada Maturidiyah mereka lebih dekat. (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyah Haulal Jama’ah at-Tablighiyah, hlm. 46)

Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Kritik: Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata, “Demikianlah perhatian mereka pada shalat dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-rukun shalat, kewajibankewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara fikih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah (bersuci). Tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, –red.) tidak mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir orang dari mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an-Tushahhah, hlm. 5—6)

Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Zikir[3]
Kritik: Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian: ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing. Adapun ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritual khuruj (lihat penjelasan sifat keenam, red.) dan majelis-majelis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen.) dan dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan sejenisnya. Hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, dan minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan, mereka berusaha menghalangi orang-orang yang mencintai ilmu dan menjauhkan mereka dari buku-buku agama serta para ulamanya. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 6 dengan ringkas)

Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Kritik: Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini.
Mereka memusuhi orang-orang yang menasihati mereka atau yang berpisah dari mereka karena beda pemahaman, walaupun orang tersebut ‘alim rabbani (ulama yang lurus di atas kebenaran). Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyin, tetapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 8)

Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Kritik: Tidak diragukan lagi bahwa memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi, semua itu membutuhkan ilmu. Karena Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agamanya, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karena itu, engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 9)

Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wa ta’ala
Kritik: Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, –pen.) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz al-Qur’an setiap hari, memelihara zikir-zikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, dan i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas.
Sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah berupa konsep berdakwah (ala mereka, –pen.) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 9)

Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Khuruj di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang mereka (Jamaah Tabligh, –pen.) sebut dengan khuruj, maka ini adalah bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus dibatasi dengan jumlah hari-hari tertentu. Bahkan, hendaknya seseorang berdakwah sesuai dengan kemampuan tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, dibatasi empat puluh hari, kurang atau lebih.” (Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hlm. 7)

Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi berkata, “Khuruj mereka ini bukan di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades.” (Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hlm. 6)

Akidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya
Jamaah Tabligh dan para tokohnya adalah orang-orang yang memiliki banyak kerancuan dalam hal akidah[4].
Demikian pula kitab referensi utama mereka, Tablighi Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, adalah kitab yang penuh dengan kesyirikan, bid’ah, dan khurafat.

Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah akidah adalah[5]:

Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menyatu dengan alam ini). (kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab “Fadhail Shadaqat”, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore)

Sikap berlebihan terhadap orang-orang saleh dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu gaib. (Fadhail A’mal, bab “Fadhail Zikir”, hlm. 468—469, dan hlm. 540—541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)

Tawasul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah beliau wafat) dan kepada selain beliau, serta berlebihan dalam hal ini. (Fadhail A’mal, bab “Shalat”, hlm. 345, dan bab “Fadhail Zikir”, hlm. 481—482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)

Keyakinan bahwa para syaikh Sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni. ( Fadhail A’mal, bab “Fadhail Qur’an”, hlm. 202—203, Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara gaib atau batin. (Fadhail A’mal, bab “Zikir”, hlm. 540—541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)

Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad al-Kanhuhi (Shaqalatil Qulub, hlm. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas, sang pendiri Jamaah Tabligh, berbai’at kepada tarekat Jisytiyah pada 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hlm. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 2)

Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Sahruwardiyah. (ad-Da’wah fi Jaziratil ‘Arab, karya asy-Syaikh Sa’d al-Hushain, hlm. 9—10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, 12)

Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan asy-Syaikh Ahmad ar-Rifa’i. (Fadhail A’mal, bab “Fadhail ash-Shalati ‘alan Nabi”, hlm. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli, Lahore)

Kebenaran kaidah bahwa segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan—walaupun hal itu benar—maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jamaah. (al-Quthbiyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hlm. 10)

Keharusan untuk taklid. (Zikir wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, hlm. 94, dinukil dari Jama’atut Tabligh ‘Aqaiduha wa Ta’rifuha, hlm. 70)
Banyaknya cerita khurafat dan hadits-hadits lemah/palsu dalam kitab Fadhail A’mal Di antaranya adalah yang disebutkan oleh asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya, Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 46—47 dan hlm. 50—52.
Bahkan, cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul musta’an.

Fatwa Para Ulama tentang Jamaah Tabligh[6]
Asy-Syaikh al’Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala bisa disebut ‘mubaligh’, (artinya: Sampaikan apa yang datang dariku [Rasulullah], walaupun hanya satu ayat).
Akan tetapi, Tabligh India yang dikenal dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bid’ah, dan kesyirikan. Oleh karena itu, tidak boleh khuruj bersama mereka selain seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj semata-mata ikut dengan mereka, maka tidak boleh.”

Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali berkata[7], “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, –pen.), karena jika mereka mau menerima nasihat dan bimbingan dari ahlul ilmi, tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama mereka.
Namun, kenyataannya mereka tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan karena kuatnya fanatisme dan kuatnya mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar menerima nasihat dari ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj yang batil itu dan akan menempuh jalan ahli tauhid dan Ahlus Sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan) terhadap ahlul bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka.
Hal itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, –pen.) karena (perbuatan tersebut) termasuk memperbanyak jumlah mereka dan membantu menyebarkan kesesatan. Ini adalah penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Lebih-lebih lagi, mereka saling berbai’at di atas empat tarekat Sufi yang padanya terdapat keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan, dan kebid’ahan.”

Asy-Syaikh al‘Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh[8] rahimahullah berkata, “Organisasi ini (Jamaah Tabligh, –pen.) tidak ada kebaikan padanya. Sungguh, ia adalah organisasi bid’ah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu—insya Allah— kami akan membantah dan membongkar kesesatan serta kebatilannya.”
Asy-Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pemahaman as-salafus shalih.”
Beliau juga berkata, “Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah Sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap akidah masyarakat, sedikit pun tidak mereka lakukan karena—menurut mereka—bisa menyebabkan perpecahan.”
Beliau juga berkata, “Jamaah Tabligh tidak mempunyai prinsip keilmuan. Mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.”

Asy-Syaikh al-’Allamah Abdurrazzaq ‘Afifi[9] rahimahullah berkata, “Kenyataannya, mereka adalah ahlul bid’ah yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyah serta lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Banglades.”
Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga menjadi nasihat dan peringatan bagi pencari kebenaran.
Wallahul muwaffiq wal hadi ila aqwamith thariq.
Ditulis oleh Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc
[1] Para pengikut Abu Manshur al-Maturidi yang menafikan (menolak) sebagian nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka membatasi sifat Allah subhanahu wa ta’ala hanya tiga belas. (ed)
[2] Hal semacam ini sangat dilarang dalam agama menurut kesepakatan ulama. Memang, terdapat perbedaan pendapat jika tamimah atau ‘rajah’ tersebut dibuat hanya dari ayat al-Qur’an. Namun, yang kuat, hal ini tetap tidak diperbolehkan menurut banyak sahabat dan ulama yang setelah mereka. (- red.)
[3] Di antara zikir mereka adalah mengucapkan kalimat syahadat secara terpisah. Laa ilaaha dibaca sekian kali secara tersendiri, setelah itu baru membaca illallah dengan jumlah yang sama. Ini jelas bertentangan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak merealisasikan kandungan tauhid dalam kalimat tersebut. (-red.)
[4] Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 17—24.
[5] Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 31—58.
[6] Dinukil dari Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, hlm. 2, 5, 6.
[7] Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan As-Sunnah, Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah.
[8] Beliau adalah Mufti Kerajaan Saudi Arabia sebelum asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah.
[9] Beliau pernah menjadi anggota Haiah (Lembaga) Kibarul Ulama Saudi Arabia.

Senin, 04 Juli 2016

Persiapan hari raya IED fitri,Daulah khilafah islamiyah

Daulah khilafah islamiyah
Wilayah al Furat

Persiapan hari raya IED fitri









Minggu, 03 Juli 2016

Ternyata MMS adalah penipu


Salah satu pembicaraan oleh Ihsanul Faruqi yang sempat terekam oleh anshor daulah yang saat ini account tersebut sudah terhapus

Dan sungguh ini adalah hujjah bahwa mereka bersekutu dengan densus,demi Allah dimana al wala dan wal bara mereka?dimana Tauhid mereka?

Mereka membagi hasil sedekah mengatas namakan MMS kepada thogut densus,sungguh mereka adalah MMS=Misa Maling Syria

Tidaklah mereka ketahui bahwa thogut densus laknatullah alaih membunuh banyak muslimin dengan tuduhan terrorisme padahal tidak ada bukti

Sedangkan mereka malah memberikan tambahan kepada thogut densus

Wahai kaum muslimin sadarlah,bahwa mereka MMS adalah Misi Maling Syria.berhentilah bantu mereka

Lihatlah bagaimana orang orang yang mereka bantu



Adalah anak anak FSA,dimana FSA rela berperang bersama Amerika memerangi daulah islam,bahkan anak anak mereka tidak dicegah dari hal haram merokok

Berhentilah membantu mereka

Dan jika antum wahai kaum muslimin tetap ingin membantu muslim,maka pergilah ke Syria dan perangi kaum kafir(Amerika dan Rusia) bersama antek antek khawariz mereka(FSA,Jaish al Islam,Ahrar as syam,dll)

Jika antum tidak berani berJihad,bantulah dengan harta,yaitu
 bantulah kaum muslimin di dizalimi densus laknatullah,yaitu keluarga syuhada yang keluargannya dibunuh densus

Bantulah melalui Gashibu(Gerakan sehari seribu) untuk membantu keluarga syuhada yang keluarga mereka dizalimi densus
https://www.facebook.com/GASHIBU-1103934836347192/

atau melalui program keluarga syuhada yang di kelola ADC
http://manjanik.net/featured/adc-salurkan-dana-santunan-kepada-keluarga-syuhada-masjunin-nusakambangan/#

ataupun IDC
 http://www.infaqdakwahcenter.com/m/news/175/raih-puncak-ketinggian-islam-mari-dukung-program-solidaritas-keluarga-mujahidin/

 Al Madi Media


Sabtu, 02 Juli 2016

Pendapat Para Imam Mazhab tentang Perizinan Berangkat Jihad

Ya ikhwan Takutlah kalian kepada Allah.

        Jika engkau melihat seorang pemuda yang berumur 30 tahun, ia bergelar Doktor dalam bidang fikih Islam. Ia dalam keadaan sehat dan muqim (berada di rumah, tidak bepergian), dapat menghancurkan dan membangun gunung, namun ia tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Lalu engkau datang kepadanya dan bertanya: Apa hukumnya tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Dia sendiri tidak puasa, apa yang akan ia katakan kepadamu?! Dia akan menyampaikan ribuan alasan kepadamu, dan akan memberikan keringanan kepadamu untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Karena dia sendiri tidak berpuasa. Apakah engkau bertanya tentang puasa Ramadhan kepada orang yang tidak berpuasa Ramadhan?! Apakah angkau akan bertanya tentang hukum sholat kepada orang yang tidak sholat?! Dan apakah engkau akan bertanya tentang zakat kepada orang yang tidak mau membayar zakat?! .. ini tidak masuk akal .. ini jelas-jelas analogi yang sangat rusak … sangat aneh: Seseorang berpangku tangan di dalam rumahnya .. memiliki mobil mewah sepanjang 3 meter .. atau lebih .. lebih dari 3 meter .. panjangnya (Chevrolet), pada hari ini mereka tidak mau naik kecuali Mercedes. Dan jika kalian masuk ke dalam rumahnya, maka kalian akan bingung apakah berada di dalam surga atau di dunia lantaran saking banyaknya perabotannya dan kasurnya yang empuk di dalamnya.

Ada seseorang mengatakan kepadaku: “Sesungguhnya ada beberapa rumah yang mana apabila ada orang yang masuk ke dalamnya pasti ia akan mengatakan: Jika surga itu seperti ini tentu kita mendapatkan kenikmatan yang sangat besar. Orang yang seperti ini engkau datangi dan engkau tanyai tentang jihad?! .. katakanlah padanya: Wahai Syaikh tinggalkanlah pekerjaanmu!”

Datanglah ke pegunungan Afghanistan dan engkau akan mendapatkan pelatihan dari Abu Burhan!.. tidak masuk akal, dia tidak dapat dipercaya. Artinya; pertama secara akal tidak dapat diterima. Baik menurutmu atau menurutnya. Seandainya engkau berakal tentu engkau tidak akan bertanya kepadanya tentang jihad .. kenapa?! Karena jihad itu menurutnya adalah meletakkan telepon di sisinya, lalu orang bertanya kepadanya: “Apa hukum memasukkan jarum suntik pada bulan Ramadhan? Pada urat atau otot?! Jika pada otot tidak membatalkan puasa, namun jika pada urat membatalkan puasa!!”

Orang-orang bertanya kepadanya: “Apa hukum bercelak pada bulan Ramadhan?! .. “Ya, bercelak boleh, karena Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam bercelak.”

Inilah jihad bagi dia..! Orang semacam ini engkau inginkan untuk memakai sepatu bot atau memakai baju yang kumal sepertimu, kemudian mondar-mandir di Joji, menantang kematian. Setelah itu berjalan selama 45 hari melintasi Badakhsyan di atas salju. Orang-orang Syi’ah akan menghadangnya, orang-orang kafir akan menghadangnya, dan lain-lain .. Ini tidak pernah terlintas sama sekali di dalam benaknya, ia belum pernah membayangkan ini sama sekali.

Maka jika engkau bertanya kepadanya ia akan membolehkanmu untuk tidak berangkat berjihad, ia akan menerangkan dan menjelaskan bahwasanya engkau lebih baik duduk di negerimu daripada berangkat berjihad!

Haram meminta fatwa kepada Syaikh yang belum pernah ke medan jihad , karena ribuan pemuda yang menunggu jawaban. Tidak boleh meminta fatwa dari orang yang tidak memiliki ilmu (jahil). Dan tidak boleh meminta fatwa kepada para Ulama yang tidak memiliki pengalaman, tidak mengerti kondisi jihad, dan tidak ada yang mengerti kondisi jihad kecuali orang yang terjun dalam dunia jihad.

Percayalah kepadaku wahai Ikhwan: Sekarang saya (Syaikh Abdullah Azzam) sudah enam tahun di sini, dan saya kira saya adalah termasuk orang-orang Arab yang paling mengetahui kondisi jihad dan pernik-perniknya, para pemimpinnya dan pasukannya. Setiap hari saya mendapatkan pengetahuan baru tentang jihad di Afghanistan, lalu membuat perencanaan baru dalam mengoperasikan jihad Afghanistan, dan apa-apa yang dibutuhkan dalam jihad Afghanistan? Dan apa yang kami persembahkan untuknya setiap hari?

Syaikh Abdulla Azzam menggunakan istilah “ad-difau ‘an arodhil muslimin yang artinya membela mempertahankan tanahnya orang-orang Islam adalah fadhu ‘ain yang tinggi nilainya. Hal itu berlaku sejak runtuhnya Granada atau Andalusia pada abad 15, dan sejak saat itu jihad menjadi fardhu ‘ain.

Hanafiyah

1. Al Kasani berkata dalam Bada-i’ Ash Shana-i’(7/98): “Adapun jika nafir telah menjadi umum dikarenakan musuh menyerang negeri, maka hukumnya berubah menjadi fardhu ‘ain atas setiap individu dari kaum muslimin yang mampu berdasarkan kalam Allah Ta’ala:

انفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat. (QS At Taubah 41)
Dikatakan bahwa ayat tersebut diturunkan dalam konteks nafir (berjihad -ed).
Karena kewajiban bagi semua manusia sebelum adanya keumuman tentang nafir, menjadi sesuatu yang tetep. Dengan adanya sekelompok orang yang melakoni, maka sebagian kewajiban menjadi dianulir bagi yang lainnya. Lalu apabila nafir telah menjadi umum, maka seluruhnya pun wajib untuk merealisasikannya. Dengan demikian, nafir menjadi kewajiban fardhu ‘ain untuk semuanya, tak ubahnya shaum dan shalat. Maka seorang hamba keluar berperang tanpa izin tuannya, dan seorang istri tanpa izin suaminya. Karena manfaat yang didapat dari seorang hamba dan istri dikecualikan dari kekuasaan tuan dan suami secara syar’i ketika melaksanakan ibadah-ibadah fardhu ‘ain seperti shaum dan shalat. Demikian juga diperbolehkan bagi seorang anak untuk keluar berperang tanpa izin kedua orang tuanya, karena hak kedua orang tua tidak tampak dalam kewajiban fardhu ‘ain seperti shaum dan shalat. Wallahu ta’ala a’lam.” Selesai dengan diringkas.
2. Az Zaila’i dalam Tabyin Al Haqa-iq Syarh Kanz Al Daqa-iq (3/241): “Demikian juga seorang anak keluar berperang tanpa izin kedua orang tuanya, sedangkan selain dalam nafir ‘am dia harus mendapat izin keduanya”.

Malikiyah
1. Di dalam An Nawadir wa Az Ziyadat (3/24) dinukil dari Imam Malik: “Adapun dalam nafir aam menghadai musuh yang menyerang maka seorang anak boleh keluar tanpa izin kedua orang tuanya. Karena ini adalah sebuah kewajiban, sedangkan kewajiban mentaati keduanya itu dalam hal nafilah”.
2. Al Qadhi ‘Abdul Wahhab berkata di Al Mu’awwanah (1/602): “Siapa saja yang kedua orang tuanya melarangnya berjihad maka hendaknya ia mematuhi keduanya. Kecuali jika kewajiban itu menjadi fardhu ‘ain atasnya seperti misalnya ketika musuh tiba-tiba menyerbu negerinya dan dia dibutuhkan untuk membela negerinya. Demikian juga ketika ia mewajibkan bagi dirinya sendiri untuk berjihad pada suatu waktu. Yang demikian itu karena ketaatan kepada keduanya adalah fardhu ‘ain yang lebih utama daripada fardhu kifayah. Adapun jika fardhu kifayah itu berubah menjadi fardhu ‘ain maka dia tidak boleh mematuhi larangan kedua orang tuanya, karena pada dasarnya keduanya tidak boleh melarangnya sebagaimana keduanya tidak boleh melarangnya untuk melaksanakan shalat dan shaum”. Selesai secara ringkas

3. Ibnu Rusyd berkata di dalam Al Muqaddamat wa Al Mumahhadat (1/351): “Seorang anak tidak boleh berjihad tanpa izin orang tuanya, dan seorang hamba tidak boleh berjihad tanpa izin tuannya. Ini semua dalam nafilah (jihad fardhu kifayah -ed). Adapun dalam kewajiban yang fardhu ‘ain maka dia harus berperang sekalipun orang tuanya tidak mengizinkan. Karena dia harus mentaati orang tuanya jika keduanya melarangnya untuk melaksanakan suatu nafilah bukan dalam perkara yang wajib atasnya”.
4. Al Qurthubi berkata dalam tafsirnya: “Ada beberapa keadaan yang mengharuskan semua orang untuk nafir, yaitu yang keempat. Yaitu jika jihad menjadi fardhu ‘ain dikarenakan musuh merebut suatu daerah atau menguasai ibukota. Maka wajib bagi setiap penduduk negeri tersebut untuk keluar berjihad baik dalam keadaan lapang ataupun sempit, tua atau muda, baik dia mempunyai orang tua ataupun tanpa izin orang tuanya. Tidak boleh ada yang tertinggal. Semua sesuai kemampuannya, baik dia petempur atau hanya memperbanyak jumlah”.
5. Di dalam Al Fawaqih Ad Dawani Syarh Risalah Al Qairuwani (1/406): “Dikarenakan taat kepada kedua orang tua adalah fardhu ‘ain beliau berkata:

(وَلَا بُغْزَى)

Dengan bina lil majhul (maksudnya fa’il dari fi’il tersebut dihapus -ed), maksudnya si anak tidak boleh berjihad

(بِغَيْرِ إِذْنِ الأَبَوَبْنِ) tanpa izin kedua orang tua

Maksudnya yang dekat, jadi bukan kakek dan nenek. Karena hukum asal berjihad adalah fardhu kifayah, sedangkan taat kepada kedua orang tua adalah fardhu ‘ain.
Kemudian pensyarah berkata: Dikarenakan larangan berperang tanpa izin orang tua itu pada jihad fardhu kifayah maka beliau berkata:

(إِِلَّا أَنْ يَفْجَأَ الْعَدُوُّ) kecuali jika musuh menyerang tiba-tiba

Maksudnya tanpa menginvasi suatu negeri (sekedar berkumpul di luar tapal batas -ed)

مَدِيْنَةَ قَوْمٍ وَيَغِيْرُوْنَ عَلَيْهِمْ فَفَرَضَ عَلَيْهِمْ) negeri suatu kaum dan menyerbu mereka, maka wajib atas mereka

Yaitu wajib atas seluruh penduduk kota tersebut

(دَفْعَهُمْ) menghentikannya

Yaitu musuh tersebut
Dan tidak wajib meminta izin kepada kedua orang tua dalam keadaan yang seperti ini, tidak pula para suami dan tuan-tuan”. Selesai secara ringkas.

6. Di dalam Taj Al Iklil Syarkh Mukhtashar Khalil(4/541): “Sahnun berkata: “Saya amat suka kepada seorang anak yang mempunyai orang tua untuk meminta izin kepadanya jika pergi berjihad. Kecuali jika musuh telah sampai pada suatu tempat sedangkan tidak cukup personel untuk menghentikannya. Maka ketika itu dia boleh pergi berjihad tanpa izin keduanya. Sekalipun medan pertempuran itu jauh dari negerinya namun tidak ada yang mampu menghadang musuh atau bala bantuan masih jauh, maka ketika itu dia boleh pergi tanpa izin kedua orang tuanya”.

Syafi’iyah

1. Asy Syairazi berkata di dalam Al Muhadzzab (3/270): “Jika musuh menguasai mereka maka kewajiban jihad menjadi fardhu ‘ain atas mereka. Seseorang boleh keluar tanpa izin pemberi hutang atau orang tuanya. Karena jika dalam keadaan seperti itu jihad ditinggalkan maka semuanya akan binasa, sehingga jihad didahulukan daripada hak pemberi utang dan orang tua”.
2. An Nawawi menyebutkan di dalam Raudhah Ath Thalibin (10/214) macam-macam jihad: “Yang kedua; yaitu jihad fardhu ‘ain. Yaitu jika orang kafir menginjak tanah negeri kaum muslimin, atau mendominasinya, atau mendekati gerbangnya walaupun tidak menyerbu masuk. Maka pada saat itu jihad menjadi fardhu ‘ain dengan rincian yang akan kami jelaskan, insya Allah. Menurut Ibnu Abi Hurarirah, dalam kondisi tersebut jihad tetap fardhu kifayah. Akan tetapi yang betul adalah yang pertama (fardhu ‘ain -ed). Maka setiap penduduk negeri itu wajib membendung serbuan musuh dengan segala cara yang mereka mampu”.
Kemudian beliau berkata: “Pada macam ini tidak perlu meminta izin orang tua atau pemberi utang”. Selesai secara ringkas.

Hanabilah

1. Di dalam Al Mughni (9/209): “Jika telah wajib atasnya jihad maka izin orang tua tidak diperlukan. Karena jihad telah menjadi fardhu ‘ain dan meninggalkannya berarti maksiat. Tidak ada ketaatan kepada siapapun dalam bermaksiat kepada Allah”.
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa Al Kubro (4/609) berkata: “Jika musuh menginvasi negeri-negeri islam tidak diragukan lagi penduduk yang terdekat dengannya harus membendung serbuan itu. Karena negeri-negeri islam kedudukannya adalah laksana satu negeri. Wajib keluar berjihad tanpa harus meminta izin orang tua atau pemberi hutang. Perkataan Imam Ahmad jelas dalam hal itu”.

Al Madi Media

Minggu, 19 Juni 2016

Kehidupan kaum muslimin selama ramdhan di Mosul

Kehidupan kaum muslimin selama ramdhan di Mosul

Al Madi Media

Channel telegram