Nama yang disandangnya termasuk aneh dan tidak lengkap. Julaybib memiliki arti “bertubuh kecil” karena merupakan kata turunan (yang berkonotasi lebih kecil) dari kata “Jalbab”. Nama ini menunjukkan bahwa Julaybib adalah seorang yang bertubuh kecil dan pendek, bahkan mungkin cebol. Bukan itu saja, ia juga digambarkan sebagai seorang “damim”, yang bisa diartikan sebagai buruk muka, cacat, atau memiliki penampilan yang menjijikkan.
Garis keturunan Julaybib yang tidak jelas membuatnya semakin mengganggu di mata masyarakat di sekitarnya. Tak ada catatan tentang siapa ibu atau ayahnya, atau dari suku mana ia berasal. Ini adalah kelemahan yang sangat mendasar dalam system kemasyarakatan di mana ia hidup. Julaybib tak mungkin mengharapkan belas kasihan, bantuan, perlindungan, atau dukungan dari masyarakat yang amatlah mementingkan hubungan kekeluargaan dan kesukuan. Satu-satunya yang diketahui tentang asal-usulnya adalah bahwa ia orang Arab, dan paling tidak di mata komunitas muslim saat itu, ia termasuk golongan Kaum Ansar. Mungkin ia berasal dari salah satu suku dari luar Madinah yang mengembara ke kota Madinah, atau mungkin saja ia berasal dari salah satu keluarga Kaum Ansar dari kota Madinah itu sendiri.
Kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh Julaybib ini sudah cukup untuk membuatnya dicemooh dan dijauhi oleh masyarakat manapun, dan memang ia dilarang oleh seseorang yang bernama Abu Barzah dari Suku Aslam untuk memasuki rumahnya. Pernah ia berkata kepada istrinya:
“Jangan biarkan Julaybib masuk dan berkumpul dengan kalian. Kalau dia berani melakukan itu, aku akan melakukan (hal-hal yang mengerikan atas dirinya).” Barangkali karena ia selalu diolok-olok dan direndahkan di kalangan pria, Julaybib biasa menyingkir ke kalangan wanita.
Adakah harapan bagi Julaybib untuk diperlakukan secara terhormat dan bermartabat? Adakah harapan baginya untuk menemukan kepuasan emosional sebagai individu dan seorang laki-laki? Adakah harapan baginya untuk menikmati hubungan dekat yang bagi orang lain dianggap sebagai sesuatu yang biasa? Dan dalam masyarakat baru yang tumbuh di bawah bimbingan Sang Rasul ini, apakah ia begitu tidak penting sehingga tidak dihiraukan di tengah kesibukan mengatasi masalah-masalah besar kenegaraan dan masalah penting lain yang menyangkut hidup dan mati yang senantiasa menguras perhatian seorang Rasul?
Julaybib mungkin tidak banyak dikenal, tetapi ia adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam. Yang mendapat hadiah langsung dari Allah Ta’ala berupa bidadari surga. Dan dialah yang memperoleh julukan khusus dari Rasulullah sebagai bagian dari hidupnya.
Namun sungguh luar biasa, meskipun Julaybib
minder dengan kondisinya, tidak sekalipun ia surut untuk berbuat baik.
Ia selalu yang terdepat dalam berbuat kebaikan. Kondisi yang dialaminya
juga tidak menyebabkan ia terjerumus dalam lubang kenistaan.
Ia tidak mengedepankan hawa nafsunya ketika
ia memiliki hasrat duniawi. Sikap rendah hatinya ini membuat Rasulullah
menyukai Julaybib. “Kalau begitu, nikahkanlah saya dengan wanita yang
tidak laku,” begitu jawaban Julaybib ketika Rasulullah menawarkannya
untuk menikah.
Apapun jawaban Julaybib tadi, Rasulullah
lebih mengetahui keadaan yang dialami Julaybib sebenarnya. Dia tentunya
ingin memenuhi hasrat biologisnya sebagaimana kebanyakan para lelaki.
Rasulullah mengetahui kondisi Julaybib
bahkan mengetahui semua keadaan para sahabat waktu itu. Untuk maksud
tersebut, Nabi pergi menemui salah satu dari Kaum Anshar lalu berkata,
“Aku ingin melamar putrimu.”
“Alangkah membahagiakan dan dirahmati, wahai
utusan Allah, dan betapa (ini akan) indah dipandang mata,” jawab pria
Anshar itu dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan yang begitu nyata.
“Aku tidak melamarnya untuk diriku sendiri,” kata Nabi. “Lalu untuk
siapa?, wahai utusan Allah..” tanya lelaki itu. Ia terlihat kecewa,
“Untuk Julaybib.” jawab Nabi.
Pria Anshar itu terlalu kaget untuk bereaksi
dan hanya berkata, “Saya akan berunding dengan ibunya dulu.” Dan
pergilah dia menemui istrinya. “Utusan Allah ingin melamar putrimu,”
katanya kepada istrinya. Istrinya pun kegirangan.”Sungguh sebuah rencana
yang menakjubkan dan betapa (ini akan) indah dipandang mata,” kata
istrinya. “Beliau tidak melamar untuk dinikahi sendiri, tapi beliau
ingin menikahkannya dengan Julaybib.” kata lelaki itu. Istrinya luar
biasa kaget. “Untuk Julaybib??!! Tidak, tak sudi kalau untuk Julaybib!,
Demi Allah tidak!, kita tidak akan pernah menikahkan anak kita dengan
Julaybib,” protes sang istri.
Ketika pria Anshar itu kembali hendak
menemui Nabi untuk memberitahukan hasil percakapan dengan istrinya,
putrinya yang mendengar ketidaksetujuan ibunya itu bertanya, “Siapa yang
menemui ayah untuk melamarku?” Sang ibu memberitahukan kepadanya
tentang permintaan Nabi untuk menikahkannya dengan Julaybib.
Ketika ia mendengar bahwa permintaan itu
datang dari Nabi dan bahwa ibunya benar-benar menentang gagasan itu, ia
pun tersinggung dan berkata, “Kalian berani menolak utusan Allah?
Berikan aku kepada beliau karena beliau tak akan pernah membawa
kesengsaraan untukku.”
Nabi mendengar jawabannya dan berdoa
untuknya, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan untuknya dan hindarkanlah
hidupnya dari kesusahan dan kesengsaraan.” Inilah sesungguhnya jwaban
dan sikap sang Muslimah sejati.
Allah Ta’ala juga telah berjanji akan
menghadiahi Julaybib dengan para bidadari surga. Ini sebagai hadiah atas
pengorbanan Julaybib menegakkan agama Allah. Dikisahkan, dalam sebuah
ekspedisi bersama Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam terjadi pertempuran dengan kaum musyrik.
Setelah pertempuran itu usai, Rasulullah
bertanya kepada para sahabat. “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
merekapun menjawab dengan memberikan nama-nama kerabat atau sahabat
mereka yang terbunuh. Nabi lalu memberikan pertanyaan yang sama kepada
sahabat-sahabat lain dan mereka pun memberikan nama-nama orang yang
tewas dalam pertempuran itu. Salah satu kelompok sahabat menjawab bahwa
mereka tidak kehilangan seorang kerabat pun dan saat mendengar itu Nabi
berkata, “Tapi aku kehilangan Julaybib. Carikan dia di medan
pertempuran.”
Mereka pun mencari dan menemukan Julaybib di
samping tujuh orang musyrik yang dibunuhnya sebelum ia menemui ajalnya.
Nabi lalu berdiri dan pergi menuju tempat di mana Julaybib, sahabatnya
itu terbaring.
Belia berdiri didekatnya dan berkata, “Ia
membunuh tujuh orang lalu ia terbunuh? Lelaki ini adalah bagian dariku
dan aku adalah bagian darinya.” Beliau mengulang kata-kata itu dua atau
tiga kali. Nabi kemudian membopongnya dan konon Julaybib tak pernah
memiliki tempat berbaring yang lebih baik dari lengan utusan Allah.
Nabi kemudian menggali kubur untuknya dan beliau sendiri yang meletakkan Julaybib ke dalamnya. Bahkan, Allah Ta’ala pun berjanji, dalam sebuah riwayat, tidak akan menikahkan Julaybib melainkan dengan para bidadari surga. Subhanallah, betapa mulianya Julaybib dihadapan Allah dan Rasul-Nya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar