Kamis, 08 Mei 2014

Syarat Kedatangan Kemenangan dan Pertolongan dari Allah swt

1. Kekuatan iman kepada Allah. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”
Iman telah menciptakan banyak keajaiban. Para Shahabat Rasulullah saw memenuhi hati mereka dengan iman dan merasakan betul lezatnya keimanan itu. Dengan kekuatan iman kepada Allah Rabbul `Alamin jalan ladang da`wah yang terjal terasa menjadi mulus dan yang sulit terasa mudah. Karena iman dan pengenalannya yang benar tehadap Penciptanya maka seorang Mu`min tidak mengenal putus asa. Dengan iman ia tidak pernah dilemahkan oleh gelombang fitnah dunia, harta dan jabatan. Dengan iman ia tegar laksana batu karang. Itulah yang sudah ditunjukkan oleh para Shahabat yang mulia Bilal bin Rabah, Khabbab bin Arts, keluarga Yasir, Khubaib bin Adi dan banyak lagi Shahabat yang lain Ridhwanullahi `alaihim.
Karena keimanan itulah Allah menurunkan banyak pertolongan dan kemenangan kepada mereka atas musuh-musuh mereka sebagaimana Allah berjanji dalam kitab-Nya yang mulia :
“Sesungguhnya Kami pasti menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).”
Karena itu sudah sepatutnya kita mengharap petunjuk Allah, beriman kepadaNya dengan keimanan yang benar sehingga kita bisa merasakan kenikmatannya yang akan mengangkat kita ke maqam yang tinggi dan mulia..
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Benarlah Rasulullah saw saat Beliau bersabda : “Ada 3 hal yang apabila dimiliki oleh seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; jika Allah dan RasulNya lebih dicintai dari pada yang lain, jika ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah dan ia membenci kekufuran sebagaimana ia benci jika dilemparkan kedalam api”

2. Adanya keteladanan yang baik [qudwah hasanah] dari seorang pemimpin
Allah Ta`ala telah menjadikan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam sebagai pemimpin umat manusia, memerintahkan Beliau untuk menjadi teladan bagi mereka dalam semua segi kehidupan. Sebab itu, Allah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk meneladani Beliau.
Kemenangan dan kejayaan yang diperoleh kaum Muslimin sepanjang sejarahnya sangat ditentukan oleh keteladanan yang diperlihatkan oleh para pemimpin mereka, baik keteladanan dalam ibadah, keteladanan dalam akhlaq dan prilaku, keteladanan dalam zuhud dan wara` terhadap dunia, keteladaan dalam jihad dan pengorbanan, keteladanan dalam memegang teguh prinsip, keteladanan dalam sifat sabar dan pemaaf dan keteladanan dalam bentuk yang lain.
Inilah yang diperlihatkan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhum sepeninggalan Rasul saw. Keteladanan itu pula kemudian yang diperlihatkan oleh Umar bin Abdil Aziz, Shalahuddin Al-Ayyubi, Al-Muzhaffar Qutz, Muhammad Al-Fatih. Demikian pula yang diperlihatkan oleh para pemimpin di masa kini seperti Imam Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Mustafa As-Siba`i, Syaikh Abdullah `Azzam, Syekh Ahmad Yasin dan tokoh-tokoh lain yang menjadi teladan kebanggaan umat dan pemuda Islam saat ini. Dengan keteladanan itulah umat bangkit, panji-panji Islam menjulang di seluruh pelosok negeri, izzah Islam dan kaum Muslimin tegak, pertolongan dan bantuan Allah turun kepada mereka
Salah satu contoh keteladanan seorang pemimpin adalah apa yang diperlihatkan oleh Imam Hasan Al-Banna Rahimahullah :
Suatu hari utusan dari Kedubes Inggris datang berkunjung ke Markaz Ikhwanul Muslimin untuk bertemu degan Imam Hasan Al-Banna Rahimahullah. Utusan itu berkata kepada Beliau: “Pemerintah Inggris mempunyai program untuk membantu organisasi keagamaan dan juga masyarakat dan salah satu yang terpilih untuk mendapatkan bantuan itu adalah organisasi Tuan…Kami akan memberikan bantuan tidak mengikat, ini cek sejumalah 10.000 pound utk membantu jamaah Ikhwanul Muslimin”
Mendengar tawaran itu, Imam Al-Banna-pun tersenyum sambil berkata: “Sesungguhnya kalian lebih membutuhkan uang itu dari pada kami, karena kalian sedang berperang”
Karena tawaran itu ditolak, utusan Inggris tersebut menambahkan jumlahnya, namun Imam Al-Banna tetap menolaknya. Sebagian anggota jamaah ada yang heran dan saling berbisik: “Kenapa kita tidak menerima uang itu? lalu kita gunakan untuk melawan mereka”
Lalu Imam Al-Banna menjelaskan: “Sesungguhnya tangan yang sudah terbuka tidak mungkin lagi ditutup, tangan yang sudah menerima bantuan tidak akan mampu lagi memukul, kita akan berjihad dengan harta dan jiwa kita sendiri, bukan dengan harta dan jiwa orang lain..

3. Cinta jihad dan mati syahid.
Jihad adalah amal yang paling utama di sisi Allah. Ia adalah puncak ajaran Islam [zarwatu sanamil Islam]. Allah memberi pujian kepada para Mujahid dengan pujian yang tinggi dan menjanjikan kepada mereka balasan yang melimpah di syurga. Di sana terdapat sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan sesuatu yang belum pernah terlintas dalam benak manusia. Kaum Muslimin disepanjang sejarah mereka bersepakat bahwa jihad adalah amal yang di syariatkan Allah sampai hari kiamat dan dipraktekkan oleh para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ittabi’in dan siapa saja setelah mereka yang mendapat hidayah. Dengan amal jihad ini kaum Muslimin menegakkan syariat Allah, menegakkan keadilan, membela kehormatan agama, tanah air dan diri mereka serta mengangkat kezaliman yang menimpa umat manusia.
Karena itu mereka selalu merespon panggilan Allah dan RasulNya untuk berjihad. Dengannya kehormatan dibangun untuk menggantikan kehinaan, kekuatan ditegakkan untuk menggantikan kelemahan, keadilan ditegakkan untuk menggatikan kezaliman.
Kaum Muslimin juga memahami tidak ada kematian yang lebih mulia dibanding orang yang mati syahid, seperti yang dijelaskan Allah :
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
Dalam sebuah peperangan, Rasulullah berkata kepada para Shahabatnya: “Bangkitlah kalian menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi”. Syurga yang luasnya seluas langit dan bumi?” tanya Umair bin Hammam Al-Anshari ra. “Ya” jawab Rasulullah. “kalau begitu bagus, bagus..” sahut Umair.
“Mengapa kau katakan bagus, bagus..” tanya Rasulullah. “Ya Rasulallah, aku ingin menjadi penghuninya”. “Engkau salah satu penghuninya,” Jawab Rasulullah. Mendengar jawaban itu, seketika itu juga ia mengambil korma dalarn kantongnya yang hendak ia makan. Kemudian ia berkata: “Kalau aku habiskan korma ini, betapa lamanya aku hidup,” katanya. Kemudian ia lemparkan korma itu lalu terjun ke medan jihad dan Umair-pun meraih syahid-nya
Shahabat Anas bin Malik ra berkata: ” Abu Thalhah ra membaca surah Baro`ah, ketika sampai ayat :
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Setelah itu ia berkata: “Menurutku, Allah memerintahkan kita untuk berangkat ke medan jihad, baik pemuda maupun orang tua. Wahai anak-ku! Persiapkan bekal-ku untuk berangkat berjihad..” Anak-anakny berkata: “Semoga Allah merahmati ayah. Ayah telah ikut berperang bersama Rasulullah saw hingga akhir hayat Beliau, bersama Umar hingga akhir hayat Beliau.. Ayah..Biarlah kami yang berangkat sementara ayah tinggal di rumah” Abu Thalhah berkata: “Tidak, siapkan perbekalan ayah untuk berangkat”.

4. Mencintai negeri Akhirat
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata : ” Wahai dunia, perdayalah orang selain aku, wahai dunia, aku menjatuhkan thalaq tiga kepadamu. Setelah itu Beliau membaca ayat diatas [Al-Qashash : 83]
Kenapa generasi Islam terdahulu berhasil menthalak tiga dunia dan di mata, pikiran dan hati mereka ingin cepat-cepat kembali kepada kampung akhirat? Sejarah mengajarkan pada kita bahwa interaksi mereka dengan Al-Qur`an dan dengan sunnah Rasulullah saw adalah kunci rahasianya. Berinteraksi dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul secara baik dan maksimal telah memberikan pemahaman kepada mereka bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara, tempat ujian dan cobaan dan pada hakikatnya dunia ini adalah ladang Akhirat, Setiap kita menanam kebaikan hari ini untuk memetiknya esok di hari akhirat, bukan di dunia ini juga. Hidup kita ini adalah untuk akhirat, bukan untuk kehidupan dunia itu sendiri. Allah menjelaskan :
“Dzat yang menciptakan kematian dan kehidupan agar Dia mengujimu siapa dari kamu yang paling baik amalnya dan Dia Maha Perkasa lagi Maha pengampun.”
Para Shahabat sangat memahami hal tersebut. Oleh karenanya mereka berjuang keras membuang jauh-jauh dunia dari hati mereka meski mereka memiliki harta dunia yang memenuhi bumi.
Abu Bakar ra pernah membawa seluruh hartanya sebagai bekal prajurit dalam jihad fi sabilillah. ketika Nabi saw bertanya: “Apa yang engkau sisakan bagi keluargamu?” Abu Bakar menjawab: ”Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya”
Khalifah Umar ra mengunjungi rumah gubernurnya Abu Ubaidah binul Jarrah ra di Syam. Khalifah hanya melihat pedang, perisai dan tombak di rumahnya.
Ketika Rasul saw memobilisasi dana untuk operasi militer, Abdurrahman bin Auf ra pulang ke rumahnya dan segera kembali, kemudian ia berkata: “Ya Rasulallah, saya mempunyai uang 4.000 dinar, 2.000 aku pinjamkan kepada Allah, 2.000 aku tinggalkan untuk keluargaku”
Rasul saw berkata: ”Semoga Allah memberkahi yang kamu berikan dan memberkahi apa yang kamu sisakan“
Pesan dari kisah tersebut adalah ketika para Shahabat membebaskan diri dari kekuasaan dunia dengan segala daya tariknya dan mereka hanya tunduk, patuh, dan menyerahkan dirinya kepada Allah, mencintai negeri akhirat, maka Allah berkenan memuliakan mereka, menolong dan membantu mereka atas musuh-musuhnya.
Kalau kita ingin meraih apa yang telah dicapai para Shahabat, syaratnya adalah kita harus membuang cinta dunia dari dalam hati kita sejauh-jauhnya, meskipun kita memiliki dunia sebanyak hamparan padang pasir, kemudian kita bangun orientasi semua aktifitas kita untuk kepentingan akhirat saja.
5. Bersungguh-sungguh menolong agama Allah
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Rasulullah SAW bersabda :
Allah menjamin seseorang yang berjihad fii sabilillah yang keluar rumahnya tidak lain hanya bertujuan untuk berjihad dan untuk membuktikan kebenaran janjiNya bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam syurga atau mengembalikan ia ke rumahnya yang telah ditinggalkannya dengan membawa pahala atau ghanimah yang ia peroleh”
Bersungguh-sungguh membela agama Allah adalah salah satu akhlaq para Shahabat yang menyebabkan mereka mendapatkan bantuan dan pertolongan Allah. Para Shahabat mendengar sendiri Firman Allah dan sabda Rasul-Nya dan melihat langsung praktek Rasulullah tentang hal ini, seperti yang ditegaskan Allah dan Rasul-Nya dalam ayat dan hadits di atas.
Mereka menyaksikan Rasulullah secara nyata mengamalkan perintah Allah ini. Aktifitas inilah yang sangat menyibukkan Beliau siang dan malam, susah dan senang, di saat safar atau di rumah, kapan dan dimanapun. Karena itu para Shahabatpun bergerak menjalankan kewajiban ini, mereka curahkan seluruh perhatian untuk membela agama Allah, mereka mencintainya, menyibukkan diri dengannya dan menjadi pembicaraan mereka disaat bangun serta mimpi mereka disaat tidur..
Inilah salah satu gambaran kesungguhan mereka membela agama Allah, mereka datang jauh dari Madinah ke Mesir untuk menda`wahkan Islam di benua hitam tersebut. Adalah Shahabat Amru binul Ash datang ke Mesir untuk menda`wahkan Islam kepada penduduknya, menyelamatkan mereka dari jilatan api neraka dan meninggikan kalimat tauhid La Ilaha Illallah.
Penguasa Mesir dari bangsa Romawi yg berkuasa saat itu bernama Muqauqis. Dia menyadari betul bahwa pertempuran dengan kaum Muslimin merupakan sesuatu yang tak mungkin lagi dihindari.. Sebelum pertempuran benar-benar berlangsung, Muqauqis mengirim utusan kepada Amru binul Ash untuk melakukan perundingan. Panglima Amru binul Ash mengutus 10 orang Shahabat terkemuka yang dipimpin oleh Ubadah bin Shamit Radhiyallahu `anhu, Beliau adalah seorang yang sangat hitam, berpostur tinggi dan disegani.
Ketika utusan kaum Muslimin itu sampai, Muqauqis merasakan takut merasuki dirinya seraya berkata: “Jauhkan orang saya dari orang hitam ini – yang dimasud adalah Shahabat mulia Ubadah bin Shamit – dan suruh orang lain yang maju dan berbicara dengan saya.”
Semua anggota delegasi kaum Muslimin berkata: “Laki-laki ini adalah seorang shahabat Nabi yang mulia. Beliau adalah yang paling alim diantara kami. Beliau diangkat menjadi pemimpin kami dan kami diperintah untuk merujuk kepada perkataan dan pendapatnya. Bagi kami orang hitam atau putih sama saja, hanya taqwa dan amal shalih seseorang yang dapat unggul dari yang lainnya.”
Selanjutnya Muqauqis memberi isyarat kepada Ubadah bin Shamit untuk berbicara..Ubadah berkata: “Sesungguhnya dibelakang saya ada 1000 orang lagi Shahabat saya yang serupa dengan saya bahkan mereka lebih hitam dibanding saya. Kalau anda melihat mereka anda pasti lebih takut kepada mereka daripada saya.. Sungguh saya telah ditunjuk sebagai komandan dan saya telah meninggalkan semua kesenangan dunia. Namun demikian –dan segala puji hanya bagi Allah- saya tidak pernah takut berhadapan dengan 100 orang musuh meskipun mereka menyerang saya dalam waktu bersamaan..
Para Shahabat saya adalah orang-orang yang memiliki misi yang sama yaitu jihad fi sabilillah demi tegaknya kalimat Allah. Demi Allah.. Tidak seorangpun di antara kami yang peduli apakah ia memiliki segudang emas atau hanya memiliki satu dirham saja. Sungguh bagi kami kenikmatan duniawi bukanlah sebuah kenikmatan dan kemegahannya bukanlah kebanggaan. Itulah prinsip yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepada kami”
Penuturan lantang ini sangat berpengaruh dalam diri Muqauqis sehingga ucapan ini semakin membuat nyalinya menciut. Kemudian ia berkata kepada orang-orang yang ada disekelilingnya: “Saya prediksi bahwa orang-orang ini akan menguasai seluruh negeri di muka bumi ini”
Kemudian Muqauqis berkata: “Saya telah mendengar penuturan tuan, hanya saja saya masih yakin tujan kalian berperang hanyalah karena kecintaan kalian terhadap dunia. Pasukan Romawi dengan jumlah sangat banyak telah bergerak untuk memerangi kalian dan kami lebih memilih berdamai dengan kalian. Kami akan memberikan 2 dinar kepada setiap prajurit kalian, 100 dinar untuk setiap komandan kalian serta 1000 dinar untuk Khalifah kalian, ambillah semuanya dan kami tidak ingin melihat kalian dihancurkan oleh pasukan Romawi itu.”
Ubadah bin Shamit menyadari bahwa itu hanyalah omong kosong dan tipu daya terhadap kaum Muslimin, sehingga mereka akan berdecak kagum dengan pemikiran matrealis yang menuhankan harta dan kekayaan.
Dengan semangat keislaman Ubadah bin Shamit yang mulia ini mengatakan: “Tuan, jangan sekali-kali tertipu dengan orang disekeliling anda. Ancaman yang anda ucapkan tidak akan pernah menyurutkan langkah kami. Harta anda yang melimpah takkan membuat kami berpaling, jika anda berperang hingga tetes darah kami yang terakhir hal itu justru lebih baik bagi kami, demi negeri akhirat kami dan itu lebih memungkinkan kami mendapatkan ridha Allah dan syurgaNya yang penuh kenikmatan…”
“Sepanjang hari, pagi dan petang setiap orang dari kami selalu berdoa dan memohon dengan penuh harap kepada Allah agar Dia menganugrahkan syahid dan agar Allah tidak mengembalikan setiap kami ke tanah air dan sanak keluarga.. Anda hanya punya tiga pilihan : Masuk Islam, membayar jizyah atau perang. Inilah yang diperintahkan Khalifah dan Komandan kami, demikian pula yang diperintah oleh Allah dan RasulNya kepada kami..” Lalu Muqauqis bertanya: ” Tidak adakah pilihan selain tiga hal itu?”
Ubadah bin Shamit menunjukkan jari tangannya ke arah langit sambil berkata: ” Demi Rabb langit, tidak ada lagi, pilihlah salah satu dari ketiga hal itu untuk kalian..”
Muqauqispun tunduk, akan tetapi para elite kepemimpinan lain tidak menerima, akhirnya mereka terjun dalam arena peperangan dengan semangat orang-orang yang kalah. Ketika kaum Muslimin berhasil menguasai benteng-benteng mereka di bawah kumandang Takbir, tahta kekaisaran Romawipun seolah berguncang hebat. Lalu, kecongkakan dan arogansi bangsa Romawipun hancur di tangan prajurit Muslim yang telah penuh ikhlas menjual nyawa dan hartanya untuk agama Allah dan kepentingan akhirat mereka.
Muqauqis berkomentar: “Jika kaum ini berhadapan dengan gunung-gunung yang kokoh dan tinggi menjulang, niscaya mereka mampu melenyapkan gunung-gunung itu dari tempatnya”
Izzah Imaniyah seperti inilah yang mengantarkan kaum Muslimin ke puncak kejayaan, dulu, sekarang dan di masa yang akan datang.

Sumber:islamkajian.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar