1. Kekuatan iman kepada Allah. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”
Iman telah menciptakan banyak keajaiban. Para Shahabat Rasulullah saw
memenuhi hati mereka dengan iman dan merasakan betul lezatnya keimanan
itu. Dengan kekuatan iman kepada Allah Rabbul `Alamin jalan ladang
da`wah yang terjal terasa menjadi mulus dan yang sulit terasa mudah.
Karena iman dan pengenalannya yang benar tehadap Penciptanya maka
seorang Mu`min tidak mengenal putus asa. Dengan iman ia tidak pernah
dilemahkan oleh gelombang fitnah dunia, harta dan jabatan. Dengan iman
ia tegar laksana batu karang. Itulah yang sudah ditunjukkan oleh para
Shahabat yang mulia Bilal bin Rabah, Khabbab bin Arts, keluarga Yasir,
Khubaib bin Adi dan banyak lagi Shahabat yang lain Ridhwanullahi
`alaihim.
Karena keimanan itulah Allah menurunkan banyak pertolongan dan
kemenangan kepada mereka atas musuh-musuh mereka sebagaimana Allah
berjanji dalam kitab-Nya yang mulia :
“Sesungguhnya Kami pasti menolong Rasul-rasul Kami dan
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat).”
Karena itu sudah sepatutnya kita mengharap petunjuk Allah, beriman
kepadaNya dengan keimanan yang benar sehingga kita bisa merasakan
kenikmatannya yang akan mengangkat kita ke maqam yang tinggi dan mulia..
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Benarlah Rasulullah saw saat Beliau bersabda : “Ada 3 hal yang
apabila dimiliki oleh seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman;
jika Allah dan RasulNya lebih dicintai dari pada yang lain, jika ia
mencintai seseorang semata-mata karena Allah dan ia membenci kekufuran
sebagaimana ia benci jika dilemparkan kedalam api”
2. Adanya keteladanan yang baik [qudwah hasanah] dari seorang pemimpin
Allah Ta`ala telah menjadikan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu `alaihi
wa sallam sebagai pemimpin umat manusia, memerintahkan Beliau untuk
menjadi teladan bagi mereka dalam semua segi kehidupan. Sebab itu, Allah
juga memerintahkan kaum Muslimin untuk meneladani Beliau.
Kemenangan dan kejayaan yang diperoleh kaum Muslimin sepanjang
sejarahnya sangat ditentukan oleh keteladanan yang diperlihatkan oleh
para pemimpin mereka, baik keteladanan dalam ibadah, keteladanan dalam
akhlaq dan prilaku, keteladanan dalam zuhud dan wara` terhadap dunia,
keteladaan dalam jihad dan pengorbanan, keteladanan dalam memegang teguh
prinsip, keteladanan dalam sifat sabar dan pemaaf dan keteladanan dalam
bentuk yang lain.
Inilah yang diperlihatkan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin
Abi Thalib Radhiyallahu Anhum sepeninggalan Rasul saw. Keteladanan itu
pula kemudian yang diperlihatkan oleh Umar bin Abdil Aziz, Shalahuddin
Al-Ayyubi, Al-Muzhaffar Qutz, Muhammad Al-Fatih. Demikian pula yang
diperlihatkan oleh para pemimpin di masa kini seperti Imam Hasan
Al-Banna, Sayyid Quthb, Mustafa As-Siba`i, Syaikh Abdullah `Azzam, Syekh
Ahmad Yasin dan tokoh-tokoh lain yang menjadi teladan kebanggaan umat
dan pemuda Islam saat ini. Dengan keteladanan itulah umat bangkit,
panji-panji Islam menjulang di seluruh pelosok negeri, izzah Islam dan
kaum Muslimin tegak, pertolongan dan bantuan Allah turun kepada mereka
Salah satu contoh keteladanan seorang pemimpin adalah apa yang diperlihatkan oleh Imam Hasan Al-Banna Rahimahullah :
Suatu hari utusan dari Kedubes Inggris datang berkunjung
ke Markaz Ikhwanul Muslimin untuk bertemu degan Imam Hasan Al-Banna
Rahimahullah. Utusan itu berkata kepada Beliau: “Pemerintah Inggris
mempunyai program untuk membantu organisasi keagamaan dan juga
masyarakat dan salah satu yang terpilih untuk mendapatkan bantuan itu
adalah organisasi Tuan…Kami akan memberikan bantuan tidak mengikat, ini
cek sejumalah 10.000 pound utk membantu jamaah Ikhwanul Muslimin”
Mendengar tawaran itu, Imam Al-Banna-pun tersenyum sambil
berkata: “Sesungguhnya kalian lebih membutuhkan uang itu dari pada
kami, karena kalian sedang berperang”
Karena tawaran itu ditolak, utusan Inggris tersebut
menambahkan jumlahnya, namun Imam Al-Banna tetap menolaknya. Sebagian
anggota jamaah ada yang heran dan saling berbisik: “Kenapa kita tidak
menerima uang itu? lalu kita gunakan untuk melawan mereka”
Lalu Imam Al-Banna menjelaskan: “Sesungguhnya tangan yang
sudah terbuka tidak mungkin lagi ditutup, tangan yang sudah menerima
bantuan tidak akan mampu lagi memukul, kita akan berjihad dengan harta
dan jiwa kita sendiri, bukan dengan harta dan jiwa orang lain..
3. Cinta jihad dan mati syahid.
Jihad adalah amal yang paling utama di sisi Allah. Ia adalah puncak
ajaran Islam [zarwatu sanamil Islam]. Allah memberi pujian kepada para
Mujahid dengan pujian yang tinggi dan menjanjikan kepada mereka balasan
yang melimpah di syurga. Di sana terdapat sesuatu yang belum pernah
dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan sesuatu yang belum
pernah terlintas dalam benak manusia. Kaum Muslimin disepanjang sejarah
mereka bersepakat bahwa jihad adalah amal yang di syariatkan Allah
sampai hari kiamat dan dipraktekkan oleh para Shahabat, Tabi’in,
Tabi’ittabi’in dan siapa saja setelah mereka yang mendapat hidayah.
Dengan amal jihad ini kaum Muslimin menegakkan syariat Allah, menegakkan
keadilan, membela kehormatan agama, tanah air dan diri mereka serta
mengangkat kezaliman yang menimpa umat manusia.
Karena itu mereka selalu merespon panggilan Allah dan RasulNya untuk
berjihad. Dengannya kehormatan dibangun untuk menggantikan kehinaan,
kekuatan ditegakkan untuk menggantikan kelemahan, keadilan ditegakkan
untuk menggatikan kezaliman.
Kaum Muslimin juga memahami tidak ada kematian yang lebih mulia
dibanding orang yang mati syahid, seperti yang dijelaskan Allah :
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di
jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan
mendapat rezki.”
Dalam sebuah peperangan, Rasulullah berkata kepada para Shahabatnya:
“Bangkitlah kalian menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi”.
Syurga yang luasnya seluas langit dan bumi?” tanya Umair bin Hammam
Al-Anshari ra. “Ya” jawab Rasulullah. “kalau begitu bagus, bagus..”
sahut Umair.
“Mengapa kau katakan bagus, bagus..” tanya Rasulullah. “Ya
Rasulallah, aku ingin menjadi penghuninya”. “Engkau salah satu
penghuninya,” Jawab Rasulullah. Mendengar jawaban itu, seketika itu juga
ia mengambil korma dalarn kantongnya yang hendak ia makan. Kemudian ia
berkata: “Kalau aku habiskan korma ini, betapa lamanya aku
hidup,” katanya. Kemudian ia lemparkan korma itu lalu terjun ke medan
jihad dan Umair-pun meraih syahid-nya
Shahabat Anas bin Malik ra berkata: ” Abu Thalhah ra membaca surah Baro`ah, ketika sampai ayat :
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan
maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”
Setelah itu ia berkata: “Menurutku, Allah memerintahkan kita untuk
berangkat ke medan jihad, baik pemuda maupun orang tua. Wahai anak-ku!
Persiapkan bekal-ku untuk berangkat berjihad..” Anak-anakny berkata:
“Semoga Allah merahmati ayah. Ayah telah ikut berperang bersama
Rasulullah saw hingga akhir hayat Beliau, bersama Umar hingga akhir
hayat Beliau.. Ayah..Biarlah kami yang berangkat sementara ayah tinggal
di rumah” Abu Thalhah berkata: “Tidak, siapkan perbekalan ayah untuk
berangkat”.
4. Mencintai negeri Akhirat
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang
tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata : ” Wahai dunia,
perdayalah orang selain aku, wahai dunia, aku menjatuhkan thalaq tiga
kepadamu. Setelah itu Beliau membaca ayat diatas [Al-Qashash : 83]
Kenapa generasi Islam terdahulu berhasil menthalak tiga dunia dan di
mata, pikiran dan hati mereka ingin cepat-cepat kembali kepada kampung
akhirat? Sejarah mengajarkan pada kita bahwa interaksi mereka dengan
Al-Qur`an dan dengan sunnah Rasulullah saw adalah kunci rahasianya.
Berinteraksi dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul secara baik dan maksimal
telah memberikan pemahaman kepada mereka bahwa dunia ini adalah tempat
tinggal sementara, tempat ujian dan cobaan dan pada hakikatnya dunia ini
adalah ladang Akhirat, Setiap kita menanam kebaikan hari ini untuk
memetiknya esok di hari akhirat, bukan di dunia ini juga. Hidup kita ini
adalah untuk akhirat, bukan untuk kehidupan dunia itu sendiri. Allah
menjelaskan :
“Dzat yang menciptakan kematian dan kehidupan agar Dia
mengujimu siapa dari kamu yang paling baik amalnya dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha pengampun.”
Para Shahabat sangat memahami hal tersebut. Oleh karenanya mereka
berjuang keras membuang jauh-jauh dunia dari hati mereka meski mereka
memiliki harta dunia yang memenuhi bumi.
Abu Bakar ra pernah membawa seluruh hartanya sebagai bekal prajurit
dalam jihad fi sabilillah. ketika Nabi saw bertanya: “Apa yang engkau
sisakan bagi keluargamu?” Abu Bakar menjawab: ”Aku tinggalkan bagi
mereka Allah dan Rasul-Nya”
Khalifah Umar ra mengunjungi rumah gubernurnya Abu Ubaidah binul
Jarrah ra di Syam. Khalifah hanya melihat pedang, perisai dan tombak di
rumahnya.
Ketika Rasul saw memobilisasi dana untuk operasi militer, Abdurrahman
bin Auf ra pulang ke rumahnya dan segera kembali, kemudian ia berkata:
“Ya Rasulallah, saya mempunyai uang 4.000 dinar, 2.000 aku pinjamkan
kepada Allah, 2.000 aku tinggalkan untuk keluargaku”
Rasul saw berkata: ”Semoga Allah memberkahi yang kamu berikan dan memberkahi apa yang kamu sisakan“
Pesan dari kisah tersebut adalah ketika para Shahabat membebaskan
diri dari kekuasaan dunia dengan segala daya tariknya dan mereka hanya
tunduk, patuh, dan menyerahkan dirinya kepada Allah, mencintai negeri
akhirat, maka Allah berkenan memuliakan mereka, menolong dan membantu
mereka atas musuh-musuhnya.
Kalau kita ingin meraih apa yang telah dicapai para Shahabat,
syaratnya adalah kita harus membuang cinta dunia dari dalam hati kita
sejauh-jauhnya, meskipun kita memiliki dunia sebanyak hamparan padang
pasir, kemudian kita bangun orientasi semua aktifitas kita untuk
kepentingan akhirat saja.
5. Bersungguh-sungguh menolong agama Allah
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Rasulullah SAW bersabda :
“Allah menjamin seseorang yang berjihad fii sabilillah
yang keluar rumahnya tidak lain hanya bertujuan untuk berjihad dan untuk
membuktikan kebenaran janjiNya bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam
syurga atau mengembalikan ia ke rumahnya yang telah ditinggalkannya
dengan membawa pahala atau ghanimah yang ia peroleh”
Bersungguh-sungguh membela agama Allah adalah salah satu akhlaq para
Shahabat yang menyebabkan mereka mendapatkan bantuan dan pertolongan
Allah. Para Shahabat mendengar sendiri Firman Allah dan sabda Rasul-Nya
dan melihat langsung praktek Rasulullah tentang hal ini, seperti yang
ditegaskan Allah dan Rasul-Nya dalam ayat dan hadits di atas.
Mereka menyaksikan Rasulullah secara nyata mengamalkan
perintah Allah ini. Aktifitas inilah yang sangat menyibukkan Beliau
siang dan malam, susah dan senang, di saat safar atau di rumah, kapan
dan dimanapun. Karena itu para Shahabatpun bergerak menjalankan
kewajiban ini, mereka curahkan seluruh perhatian untuk membela agama
Allah, mereka mencintainya, menyibukkan diri dengannya dan menjadi
pembicaraan mereka disaat bangun serta mimpi mereka disaat tidur..
Inilah salah satu gambaran kesungguhan mereka membela agama Allah,
mereka datang jauh dari Madinah ke Mesir untuk menda`wahkan Islam di
benua hitam tersebut. Adalah Shahabat Amru binul Ash datang ke Mesir
untuk menda`wahkan Islam kepada penduduknya, menyelamatkan mereka dari
jilatan api neraka dan meninggikan kalimat tauhid La Ilaha Illallah.
Penguasa Mesir dari bangsa Romawi yg berkuasa saat itu bernama
Muqauqis. Dia menyadari betul bahwa pertempuran dengan kaum Muslimin
merupakan sesuatu yang tak mungkin lagi dihindari.. Sebelum pertempuran
benar-benar berlangsung, Muqauqis mengirim utusan kepada Amru binul Ash
untuk melakukan perundingan. Panglima Amru binul Ash mengutus 10 orang
Shahabat terkemuka yang dipimpin oleh Ubadah bin Shamit Radhiyallahu `anhu, Beliau adalah seorang yang sangat hitam, berpostur tinggi dan disegani.
Ketika utusan kaum Muslimin itu sampai, Muqauqis merasakan takut
merasuki dirinya seraya berkata: “Jauhkan orang saya dari orang hitam
ini – yang dimasud adalah Shahabat mulia Ubadah bin Shamit – dan suruh
orang lain yang maju dan berbicara dengan saya.”
Semua anggota delegasi kaum Muslimin berkata: “Laki-laki
ini adalah seorang shahabat Nabi yang mulia. Beliau adalah yang paling
alim diantara kami. Beliau diangkat menjadi pemimpin kami dan kami
diperintah untuk merujuk kepada perkataan dan pendapatnya. Bagi kami
orang hitam atau putih sama saja, hanya taqwa dan amal shalih seseorang
yang dapat unggul dari yang lainnya.”
Selanjutnya Muqauqis memberi isyarat kepada Ubadah bin Shamit untuk
berbicara..Ubadah berkata: “Sesungguhnya dibelakang saya ada 1000 orang
lagi Shahabat saya yang serupa dengan saya bahkan mereka lebih hitam
dibanding saya. Kalau anda melihat mereka anda pasti lebih takut kepada
mereka daripada saya.. Sungguh saya telah ditunjuk sebagai komandan dan
saya telah meninggalkan semua kesenangan dunia. Namun demikian –dan
segala puji hanya bagi Allah- saya tidak pernah takut berhadapan dengan 100 orang musuh meskipun mereka menyerang saya dalam waktu bersamaan..
Para Shahabat saya adalah orang-orang yang memiliki misi yang sama
yaitu jihad fi sabilillah demi tegaknya kalimat Allah. Demi Allah..
Tidak seorangpun di antara kami yang peduli apakah ia memiliki segudang
emas atau hanya memiliki satu dirham saja. Sungguh bagi kami kenikmatan
duniawi bukanlah sebuah kenikmatan dan kemegahannya bukanlah kebanggaan.
Itulah prinsip yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepada kami”
Penuturan lantang ini sangat berpengaruh dalam diri Muqauqis sehingga
ucapan ini semakin membuat nyalinya menciut. Kemudian ia berkata kepada
orang-orang yang ada disekelilingnya: “Saya prediksi bahwa orang-orang ini akan menguasai seluruh negeri di muka bumi ini”
Kemudian Muqauqis berkata: “Saya telah mendengar penuturan tuan,
hanya saja saya masih yakin tujan kalian berperang hanyalah karena
kecintaan kalian terhadap dunia. Pasukan Romawi dengan jumlah sangat
banyak telah bergerak untuk memerangi kalian dan kami lebih memilih
berdamai dengan kalian. Kami akan memberikan 2 dinar kepada setiap
prajurit kalian, 100 dinar untuk setiap komandan kalian serta 1000 dinar
untuk Khalifah kalian, ambillah semuanya dan kami tidak ingin melihat
kalian dihancurkan oleh pasukan Romawi itu.”
Ubadah bin Shamit menyadari bahwa itu hanyalah omong kosong dan tipu
daya terhadap kaum Muslimin, sehingga mereka akan berdecak kagum dengan
pemikiran matrealis yang menuhankan harta dan kekayaan.
Dengan semangat keislaman Ubadah bin Shamit yang mulia ini mengatakan: “Tuan,
jangan sekali-kali tertipu dengan orang disekeliling anda. Ancaman yang
anda ucapkan tidak akan pernah menyurutkan langkah kami. Harta anda
yang melimpah takkan membuat kami berpaling, jika anda berperang hingga
tetes darah kami yang terakhir hal itu justru lebih baik bagi kami, demi
negeri akhirat kami dan itu lebih memungkinkan kami mendapatkan ridha
Allah dan syurgaNya yang penuh kenikmatan…”
“Sepanjang hari, pagi dan petang setiap orang dari kami
selalu berdoa dan memohon dengan penuh harap kepada Allah agar Dia
menganugrahkan syahid dan agar Allah tidak mengembalikan setiap kami ke
tanah air dan sanak keluarga.. Anda
hanya punya tiga pilihan : Masuk Islam, membayar jizyah atau perang.
Inilah yang diperintahkan Khalifah dan Komandan kami, demikian pula yang
diperintah oleh Allah dan RasulNya kepada kami..” Lalu Muqauqis
bertanya: ” Tidak adakah pilihan selain tiga hal itu?”
Ubadah bin Shamit menunjukkan jari tangannya ke arah
langit sambil berkata: ” Demi Rabb langit, tidak ada lagi, pilihlah
salah satu dari ketiga hal itu untuk kalian..”
Muqauqispun tunduk, akan tetapi para elite kepemimpinan lain tidak
menerima, akhirnya mereka terjun dalam arena peperangan dengan semangat
orang-orang yang kalah. Ketika kaum Muslimin berhasil menguasai
benteng-benteng mereka di bawah kumandang Takbir, tahta kekaisaran
Romawipun seolah berguncang hebat. Lalu, kecongkakan dan arogansi bangsa
Romawipun hancur di tangan prajurit Muslim yang telah penuh ikhlas
menjual nyawa dan hartanya untuk agama Allah dan kepentingan akhirat
mereka.
Muqauqis berkomentar: “Jika kaum ini berhadapan dengan
gunung-gunung yang kokoh dan tinggi menjulang, niscaya mereka mampu
melenyapkan gunung-gunung itu dari tempatnya”
Izzah Imaniyah seperti inilah yang mengantarkan kaum Muslimin ke puncak kejayaan, dulu, sekarang dan di masa yang akan datang.
Sumber:islamkajian.wordpress.com
Kamis, 08 Mei 2014
link bermanfaat
- Al Khayr Mereka Menyihir Mata Manusia dan Menakut nakuti Mereka
- Gaza training camp 3GP
- Gaza training camp HD
- ISIS mengambil harta kaum muslimin
- Idul Fitri muhajirin indonesia di ISIS
- Jihad Tarbiyah --syaikh anwar al awlaki--
- Membakar bom Cluster yang tidak meledak
- Nasheed ya jundullah
- Negeri magrib islam,si pembangkang baru
- Penegakan hudud oleh ISIS
- Pertolongan Allah dekat 4
- Qisas terhadap jasus oleh anak jihadi john
- Rilisan setelah penyerangan di Brussels
- Video amerika is losing
- [Diljah] ini janji Allah
- [Khurasan] kuburan murtadin
- dari Sayna syam kepada saudara kami
- dewan dakwah dan masjid
- kejahatan ISIS terhadap suku suku di Iraq
- kitab silsilah dhaif syaikh albani
- para penghancur tirani 2
- peperangan syaikg abu mughirah alqahtani
- teguh pantang mundur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar